· MASYARAKAT EKONOMI ASEAN
- Siapkah Perekonomian Indonesia Menghadapi MEA?
Pemerintah
dan masyarakat indonesia akan melakukan persiapan sebelum menghadapi MEA, jika
pemerintah menyetujui dengan adanya MEA sudah pasti berarti pemerintah mampu
dan siap untuk menghadapi MEA dan bersaing dengan negara ASEAN lainnya. Bukan
hanya pemerintah saja, masyarakat indonesia juga mau tidak mau harus siap
menghadapi MEA dengan meningkatkan kemampuan SDM agar dapat bersaing dengan SDM
ASEAN di dalam persaingan MEA.
KESIAPAN
PEMERINTAH MAUPUN MASYARAKAT INDONESIA DALAM MENGHADAPI MEA
Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA), lebih dikenal sebagai Pasar Bebas ASEAN oleh masyarakat
Indonesia secara umum. Hal tersebut tentu tidak dapat disalahkan mengingat main
goal dari MEA itu sendiri adalah tercipatanya aliran pasar bebas di antara 10
negara yang tergabung di dalamnya, yang meliputi Malaysia, Singapura, Thailand,
Filipina, Laos, Kamboja, Vietnam, Brunei Darussalam, Myanmar, dan Indonesia.
Mengacu pada AEC blueprint, semua big plan akan secara resmi diberlakukan.
Mulai saat itu, aliran bebas dalam hal barang, jasa, investasi, modal, dan
tenaga kerja terampil akan resmi diberlakukan. Masyarakat akan dengan mudah
menjual dan membeli barang ke dan dari negara lain, menjadi tenaga kerja
terampil di negara lain, hingga berinvestasi dan menanamkan modal tidak hanya
di dalam negeri. Namun, apabila kita sadari aliran pasar bebas sebenarnya sudah
kita jalani sejak belasan tahun lalu sebagai dampak kecil dari globalisasi.
Sebagai
contohnya, kita sudah merasakan kemudahan dalam menjual barang dan jasa lintas
negara dengan bantuan teknologi informasi dan komunikasi. Sudah sangat banyak
produk-produk impor yang masuk secara bebas ke pasar dalam negeri dari berbagai
sektor. Mulai dari berkembangnya toko online fashion impor Bangkok dan Korea
yang memenuhi beranda Facebook, hingga berbagai perusahaan asing yang merajai
sektor industri manufaktur Indonesia. Bahkan saat ini pun media pertelevisian
sudah mulai didominasi oleh acara-acara hasil kreativitas negara tetangga, seperti
India, Turki, dan Korea.
Aliran
pasar bebas yang terjadi pada MEA merupakan sebuah program yang memang diatur
dan direncanakan dengan baik di mana kesepakatan dibuat secara resmi, dengan
persiapan terstruktur dan matang. Semua hal diatur pada perjanjian-perjanjian
yang terus dikaji, diimplementasikan, dan dievaluasi secara kontinu. Sebaliknya
dengan globalisasi, apa yang kita rasakan selama belasan tahun kebelakang
hanyalah sebuah dampak dari kemajuan teknologi yang terjadi secara alamiah,
tanpa perencanaan atau persiapan yang memang diintegraskan.
Dengan
demikian, dapat kita bayangkan betapa bebasnya aliran keluar masuk barang,
jasa, modal, hingga para tenaga kerja di Indonesia setelah MEA diresmikan.
Barang-barang impor tidak hanya ditemukan di pasar modern sekelas supermarket
melainkan juga akan dengan mudah kita temukan di pasar tradisional atau bahkan
toko kecil di pinggir jalan. Lowongan pekerjaan pun tidak lagi terbatas bagi
WNI melainkan terbuka untuk semua orang dari 10 negara anggota ASEAN.
Seperti
yang telah disebutkan sebelumnya bahwa kesiapan sangat bergantung pada
persiapan, dan juga sebaliknya. Mengenai kesiapan pemerintah, tentu saja pemerintah
Indonesia tidak mungkin menyetujui dan menandatangani perjanjian tanpa
pertimbangan dan kesiapan akan resiko yang kelak dihadapi. Pemerintah pun telah
menyusun berbagai langkah strategis yang mengarah pada sektor hulu hingga hilir
di bawah koordinasi Badan Khusus atau Kementrian Koordinator Bidang
Perekonomian. Langkah-langkah strategis tersebut dapat diartikan sebagai daftar
persiapan-persiapan yang harus segera diselesaikan, sehingga negara kita bisa
mendapatkan kesiapan yang matang sebelum MEA diresmikan. Tapi sangat
disayangkan bahwa belum seluruh masyarakat Indonesia tahu mengenai rencana
besar yang akan segera direalisasikan tersebut. Dengan demikian, bagaimana
mereka bisa mempersiapkan diri apabila mereka tidak mengetahui hal tersebut.
Inilah salah satu hal yang akhirnya membuat sebagian masyarakat bertanya-tanya
tentang maksud Pemerintah menandatangani menyetujui untuk bergabung dalam MEA.
Namun, bagaimanapun MEA sudah ada di depan mata dan mau tidak mau kita harus
siap menghadapinya.
Oleh
karena itu, sebagai mahasiswa yang sering diandalkan sebagai agen perubahan
(agent of change), kita berperan aktif dalam mendukung negara kita menjadi
negara yang pantas dipertimbangkan dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN. Adapun salah
satu hal yang harus kita lakukan adalah membentuk pola pikir (mindset) siap
bersaing dan percaya diri serta bangga dengan negara kita sendiri. Seperti yang
kita ketahui bahwa Indonesia masih memiliki ketergantungan terhadap impor. Hal
ini dipicu oleh cara pandang masyarakat yang masih enggan untuk mengalihkan
pengeluaran mereka ke produk lokal. Mereka masih memiliki keyakinan bahwa
kualitas asing lebih baik daripada kualitas lokal.
Sebagai
contoh, sektor pertanian Indonesia seharusnya tidak dapat diragukan lagi
mengingat negara kita memiliki label negara Agraris. Namun, salah satu fakta
yang menyedihkan adalah datang dari produk pisang lokal yang banyak dijual di
supermarket berkelas. Pisang Cavendish (Sunpride), sering dinilai sebagai
produk impor oleh masyarakat hanya karena kualitas pisang tersebut jauh
melampaui kualitas pisang lokal lainnya . Hal itu menunjukkan betapa rendahnya
kepercayaan diri masyarakat bahwa negara kita bisa menghasilkan produk
berkualitas internasional.
Hal
inilah yang menjadi kekhawatiran dan perlu kita ubah perlahan-lahan dengan
memulainya dari diri kita sendiri. Mulai dengan membangun kesadaran dan
memberikan contoh nyata kepada masyarakat dengan menggeser tingkat konsumsi ke
arah produk lokal serta mencintai dan bangga terhadap produk karya anak negeri.
Kita harus mulai berpikir bahwa bukan saatnya lagi untuk berbangga atas sepatu,
baju, tas, celana, dan barang-barang lain berlabel brand luar negeri hanya
untuk mempertahankan gengsi. Selain itu, kita harus mempersiapkan diri kita
untuk keluar sebagai tenaga kerja ahli dan terampil dengan cara fokus belajar
menekuni bidang yang telah kita pilih di perguruan tinggi, mengumpulkan
pengalaman dan mengembangkan diri melalui organisasi kampus atau organisasi
kemasyarakatan lain untuk melatih profesionalitas dalam bekerja dan
bersosialisasi, serta tak lupa mengembangkan kemampuan berbahasa asing sebagai
modal awal memasuki persaingan ketat pasca diresmikannya MEA.
Sumber :
http://www.kompasiana.com/adindarosyadha/mea-2015-sudah-siapkah-negara-kita_55fbdeaa309373aa070d7909
Tidak ada komentar:
Posting Komentar