Sabtu, 07 Mei 2016

Tugas_7ss_Perekonomian Indonesia



SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA
Struktur perekonomian Indonesia tentang bagaimana arah kebijakan perekonomian Indonesia merupakan isu menarik. Gagasan mengenai langkah-langkah perekonomian Indonesia menuju era industrialisasi, dengan mempertimbangkan usaha mempersempit jurang ketimpangan sosial dan pemberdayaan daerah, sehingga terjadi pemerataan kesejahteraan kiranya perlu kita evaluasi kembali sesuai dengan konteks kekinian dan tantangan perekonomian Indonesia di era globalisasi (Firmanzah, 2010).
Tantangan perekonomian di era globalisasi ini masih sama dengan era sebelumnya, yaitu bagaimana subjek dari perekonomian Indonesia, yaitu penduduk Indonesia sejahtera. Indonesia mempunyai jumlah penduduk yang sangat besar, sekarang ada 235 juta penduduk yang tersebar dari Merauke sampai Sabang. Jumlah penduduk yang besar ini menjadi pertimbangan utama pemerintah pusat dan daerah, sehingga arah perekonomian Indonesia masa itu dibangun untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya.

Berdasarkan pertimbangan ini, maka sektor pertanian menjadi sektor penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Seiring dengan berkembangnya perekonomian bangsa, maka kita mulai mencanangkan masa depan Indonesia menuju era industrialisasi, dengan pertimbangan sektor pertanian kita juga semakin kuat.
Lewat tabel I ini, kita bisa mengetahui sektor-sektor yang bergerak lewat pertanian.
Sektor pertanian terdiri atas:


1.      Tanaman pangan
1.1.Tanaman Palawija  biasanya palawija berupa tanaman kacang-kacangan, serealia selain padi (seperti jagung), dan umbi-umbian semusim (ketela pohon dan ubi jalar).
1.2.Padi
Keanekaragaman budidaya:
-          Padi gogo
-          Padi rawa

Beberapa masalah dalam produksi palawija :
-          Rendahnya produktivitas lahan.
-          Rendahnya tingkat penggunaan lahan.
-          Benih atau bibit masih bersifat lokal.
-          Pengelolaan yang masih tradisional.
-          Tingginya tingkat susutan pasca panen.

2.      Perkebunan
-          Perkebunan rakyat.
-          Perkebunan besar.

Pengusahaan tanaman perkebunan tersebut berlangsung dualistis, yaitu :
-          Diselenggarakan rakyat secara perorangan.
-          Diselenggarakan oleh perusahaan perkebunan (pemerintah atau swasta).

3.      Kehutanan
SUB SEKTOR KEHUTANAN
-          Penebangan kayu
-          Pengambilan hasil hutan lain
-          Perburuan
Hutan berdasarkan tata guna :
1.      Hutan lindung.
2.      Suaka alam dan hutan wisata.
3.      Hutan produksi terbatas.
4.      Hutan produksi tetap.
5.      Hutan produksi yang dapat dikonversi.

4.      Peternakan
BPS dalam melakukan perhitungan produksi pada sektor ini didasarkan pada :
–        - Data pemotongan.
–        - Selisih stok atau perubahan
–        - populasi.
–        - Ekspor netto.

5.      Perikanan
Faktor penyebab lambannya pertumbuhan sub sektor ini :
-          Sarana yang kurang memadai
-          Larangan mengoperasikan pukat harimau (trawl).
-          Adanya pencurian ikan secara besar-besaran oleh kapal asing tanpa berhasil ditangkap oleh satuan patroli pantai perairan Indonesia.
-          Berkaitan dengan perikanan darat khususnya udang, yaitu rendahnya produktivitas lahan udang.


Potensi bidang pertanian Indonesia

Seiring dengan transisi (transformasi) struktural ini sekarang kita menghadapi berbagai permasalahan. Di sektor pertanian kita mengalami permasalahan dalam meningkatkan jumlah produksi pangan, terutama di wilayah tradisional pertanian di Jawa dan luar Jawa. Hal ini karena semakin terbatasnya lahan yang dapat dipakai untuk bertani. Perkembangan penduduk yang semakin besar membuat kebutuhan lahan untuk tempat tinggal dan berbagai sarana pendukung kehidupan masyarakat juga bertambah. Perkembangan industri juga membuat pertanian beririgasi teknis semakin berkurang.
Selain berkurangya lahan beririgasi teknis, tingkat produktivitas pertanian per hektare juga relatif stagnan. Salah satu penyebab dari produktivitas ini adalah karena pasokan $air yang mengairi lahan pertanian juga berkurang. Banyak waduk dan embung serta saluran irigasi yang ada perlu diperbaiki. Hutan-hutan tropis yang kita miliki juga semakin berkurang, ditambah lagi dengan siklus cuaca El Nino-La Nina karena pengaruh pemanasan global semakin mengurangi pasokan air yang dialirkan dari pegunungan ke lahan pertanian.
Sesuai dengan permasalahan aktual yang kita hadapi masa kini, kita akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri. Di kemudian hari kita mungkin saja akan semakin bergantung dengan impor pangan dari luar negeri. Impor memang dapat menjadi alternatif solusi untuk memenuhi kebutuhan pangan kita, terutama karena semakin murahnya produk pertanian, seperti beras yang diproduksi oleh Vietnam dan Thailand. Namun, kita juga perlu mencermati bagaimana arah ke depan struktur perekonomian Indonesia, dan bagaimana struktur tenaga kerja yang akan terbentuk berdasarkan arah masa depan struktur perekonomian Indonesia.

Struktur tenaga kerja kita sekarang masih didominasi oleh sektor pertanian sekitar 42,76 persen (BPS 2009), selanjutnya sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 20.05 persen, dan industri pengolahan 12,29 persen. Pertumbuhan tenaga kerja dari 1998 sampai 2008 untuk sektor pertanian 0.29 persen, perdagangan, hotel dan restoran sebesar 1,36 persen, dan industri pengolahan 1,6 persen.
Sedangkan pertumbuhan besar untuk tenaga kerja ada di sektor keuangan, asuransi, perumahan dan jasa sebesar 3,62 persen, sektor kemasyarakatan, sosial dan jasa pribadi 2,88 persen dan konstruksi 2,74 persen. Berdasarkan data ini, sektor pertanian memang hanya memiliki pertumbuhan yang kecil, namun jumlah orang yang bekerja di sektor itu masih jauh lebih banyak dibandingkan dengan sektor keuangan, asuransi, perumahan dan jasa yang pertumbuhannya paling tinggi.
Data ini juga menunjukkan peran penting dari sektor pertanian sebagai sektor tempat mayoritas tenaga kerja Indonesia memperoleh penghasilan untuk hidup. Sesuai dengan permasalahan di sektor pertanian yang sudah disampaikan di atas, maka kita mempunyai dua strategi yang dapat dilaksanakan untuk pembukaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia di masa depan. 
Strategi pertama adalah melakukan revitalisasi berbagai sarana pendukung sektor pertanian, dan pembukaan lahan baru sebagai tempat yang dapat membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat Indonesia. Keberpihakan bagi sektor pertanian, seperti ketersediaan pupuk dan sumber daya yang memberikan konsultasi bagi petani dalam meningkatkan produktivitasnya, perlu dioptimalkan kinerjanya. Keberpihakan ini adalah insentif bagi petani untuk tetap mempertahankan usahanya dalam pertanian. Karena tanpa keberpihakan ini akan semakin banyak tenaga kerja dan lahan yang akan beralih ke sektor-sektor lain yang insentifnya lebih menarik.
Strategi kedua adalah dengan mempersiapkan sarana dan prasarana pendukung bagi sektor lain yang akan menyerap pertumbuhan tenaga kerja Indonesia. Sektor ini juga merupakan sektor yang jumlah tenaga kerjanya banyak, yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran serta industri pengolahan. Sarana pendukung seperti jalan, pelabuhan, listrik adalah sarana utama yang dapat mengakselerasi pertumbuhan di sektor ini.
Struktur perekonomian Indonesia sekarang adalah refleksi dari arah perekonomian yang dilakukan di masa lalu. Era orde baru dan era reformasi juga telah menunjukkan bahwa sektor pertanian masih menjadi sektor penting yang membuka banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. Sektor pertanian juga menyediakan pangan bagi masyarakat Indonesia.
Saat ini kita mempunyai kesempatan untuk mempersiapkan kebijakan yang dapat membentuk struktur perekonomian Indonesia di masa depan. Namun, beberapa permasalahan yang dihadapi sektor pertanian di masa ini perlu segera dibenahi, sehingga kita dapat meneruskan hasil dari kebijakan perekonomian Indonesia yang sudah dibangun puluhan tahun lalu, dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia sampai saat sekarang ini.

Peranan Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Indonesia Di Masa Depan Kontibusi terhadap kesempatan kerja

Kalau dilihat pola perubahan kesempatan kerja di pertanian dan industri manufaktur, pangsa kesempatan kerja dari sektor pertama menunjukkan suatu pertumbuhan tren yang menurun, sedangkan di sektor kedua meningkat. Perubahan struktur kesempatan kerja ini sesuai dengan yang di prediksi oleh teori mengenai perubahan struktur ekonomi yang terjadi dari suatu proses pembangunan ekonomi jangka panjang, yaitu bahwa semakin tinggi pendapatan per kapita, semakin kecil peran dari sektor primer, yakni pertambangan dan pertanian, dan semakin besar peran dari sektor sekunder, seperti manufaktur dan sektor-sektor tersier di bidang ekonomi. Namun semakin besar peran tidak langsung dari sektor pertanian, yakni sebagai pemasok bahan baku bagi sektor industri manufaktur dan sektor-sektor ekonomi lainnya.
Struktur tenaga kerja kita sekarang masih didominasi oleh sektor pertanian sekitar 42,76 persen (BPS 2009), selanjutnya sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 20.05 persen, dan industri pengolahan 12,29 persen. Pertumbuhan tenaga kerja dari 1998 sampai 2008 untuk sektor pertanian 0.29 persen, perdagangan, hotel dan restoran sebesar 1,36 persen, dan industri pengolahan 1,6 persen.
Sedangkan pertumbuhan besar untuk tenaga kerja ada di sektor keuangan, asuransi, perumahan dan jasa sebesar 3,62 persen, sektor kemasyarakatan, sosial dan jasa pribadi 2,88 persen dan konstruksi 2,74 persen. Berdasarkan data ini, sektor pertanian memang hanya memiliki pertumbuhan yang kecil, namun jumlah orang yang bekerja di sektor itu masih jauh lebih banyak dibandingkan dengan sektor keuangan, asuransi, perumahan dan jasa yang pertumbuhannya paling tinggi.
Data ini juga menunjukkan peran penting dari sektor pertanian sebagai sektor tempat mayoritas tenaga kerja Indonesia memperoleh penghasilan untuk hidup. Sesuai dengan permasalahan di sektor pertanian yang sudah disampaikan di atas, maka kita mempunyai dua strategi yang dapat dilaksanakan untuk pembukaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia di masa depan. 

Strategi pertama adalah melakukan revitalisasi berbagai sarana pendukung sektor pertanian, dan pembukaan lahan baru sebagai tempat yang dapat membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat Indonesia. Keberpihakan bagi sektor pertanian, seperti ketersediaan pupuk dan sumber daya yang memberikan konsultasi bagi petani dalam meningkatkan produktivitasnya, perlu dioptimalkan kinerjanya. Keberpihakan ini adalah insentif bagi petani untuk tetap mempertahankan usahanya dalam pertanian. Karena tanpa keberpihakan ini akan semakin banyak tenaga kerja dan lahan yang akan beralih ke sektor-sektor lain yang insentifnya lebih menarik.

Strategi kedua adalah dengan mempersiapkan sarana dan prasarana pendukung bagi sektor lain yang akan menyerap pertumbuhan tenaga kerja Indonesia. Sektor ini juga merupakan sektor yang jumlah tenaga kerjanya banyak, yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran serta industri pengolahan. Sarana pendukung seperti jalan, pelabuhan, listrik adalah sarana utama yang dapat mengakselerasi pertumbuhan di sektor ini.
Struktur perekonomian Indonesia sekarang adalah refleksi dari arah perekonomian yang dilakukan di masa lalu. Era orde baru dan era reformasi juga telah menunjukkan bahwa sektor pertanian masih menjadi sektor penting yang membuka banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. Sektor pertanian juga menyediakan pangan bagi masyarakat Indonesia.
Saat ini kita mempunyai kesempatan untuk mempersiapkan kebijakan yang dapat membentuk struktur perekonomian Indonesia di masa depan. Namun, beberapa permasalahan yang dihadapi sektor pertanian di masa ini perlu segera dibenahi, sehingga kita dapat meneruskan hasil dari kebijakan perekonomian Indonesia yang sudah dibangun puluhan tahun lalu, dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia sampai saat sekarang ini.

Kontribusi pertanian terhadap devisa
Pertanian juga mempunyai kontribusi yang besar terhadap peningkatan devisa, yaitu lewat peningkatan ekspor dan atau pengurangan tingkat ketergantungan Negara tersebut terhadap impor atas komoditi pertanian. Komoditas ekspor pertanian Indonesia cukup bervariasi mulai dari getah karet, kopi, udang, rempah-rempah, mutiara, hingga berbagai macam sayur dan buah.
Peran pertanian dalam peningkatan devisa bisa kontradiksi dengan perannya dalam bentuk kontribusi produk. Kontribusi produk dari sector pertanian terhadap pasar dan industri domestic bisa tidak besar karena sebagian besar produk pertanian di ekspor atau sebagian besar kebutuhan pasar dan industri domestic disuplai oleh produk-produk impor. Artinya peningkatan ekspor pertanian bisa berakibat negative terhadap pasokan pasar dalam negeri, atau sebaliknya usaha memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri bisa menjadi suatu factor penghambat bagi pertumbuhan ekspor pertanian. Untuk mengatasinya ada dua hal yang perlu dilakukan yaitu menambah kapasitas produksi dan meningkatkan daya saing produknya. Namun bagi banyak Negara agraris, termasuk Indonesia melaksanakan dua pekerjaan ini tidak mudah terutama karena keterbatasan teknologi, SDM, dan modal.
Pada 2009 ekspor produk pertanian Indonesia baru mencapai 2,46 persen dari total produksi beras yang dihasilkan petani di berbagai provinsi dengan jumlah mencapai 69,5 juta ton gabah kering giling (GKG).
Selain untuk ekspor produksi padi juga untuk memenuhi program bantuan beras rakyat miskin (Raskin) yang setiap bulannya dibutuhkan 260 ribu ton serta untuk cadangan pangan nasional setiap akhir tahun lebih dari 1,5 juta ton.

Nilai tukar petani
Nilai tukar petani (NTP) adalah rasio antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang dinyatakan dalam persentase. Nilai tukar petani merupakan salah satu indikator dalam menentukan tingkat kesejahteraan petani.[4] Pengumpulan data dan perhitungan NTP di Indonesia dilakukan oleh Biro Pusat Statistik.

Indeks harga yang diterima petani (IT) adalah indeks harga yang menunjukkan perkembangan harga produsen atas hasil produksi petani. Dari nilai IT, dapat dilihat fluktuasi harga barang-barang yang dihasilkan petani. Indeks ini digunakan juga sebagai data penunjang dalam penghitungan pendapatan sektor pertanian.
IT dihitung berdasarkan nilai jual hasil pertanian yang dihasilkan oleh petani, mencakup sektor padi, palawija, hasil peternakan, perkebunan rakyat, sayuran, buah, dan hasil perikanan (perikanan tangkap maupun budi daya).

Indeks harga yang dibayar petani (IB) adalah indeks harga yang menunjukkan perkembangan harga kebutuhan rumah tangga petani, baik kebutuhan untuk konsumsi rumah tangga maupun kebutuhan untuk proses produksi pertanian. Dari IB, dapat dilihat fluktuasi harga barang-barang yang dikonsumsi oleh petani yang merupakan bagian terbesar dari masyarakat di pedesaan, serta fluktuasi harga barang yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian. Perkembangan IB juga dapat menggambarkan perkembangan inflasi di pedesaan.
IB dihitung berdasarkan indeks harga yang harus dibayarkan oleh petani dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan penambahan barang modal dan biaya produksi, yang dibagi lagi menjadi sektor makanan dan barang dan jasa non makanan.
Secara umum NTP menghasilkan 3 pengertian :
  • NTP > 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu lebih baik dibandingkan dengan NTP pada tahun dasar, dengan kata lain petani mengalami surplus. Harga produksi naik lebih besar dari kenaikan harga konsumsinya. Pendapatan petani naik dan menjadi lebih besar dari pengeluarannya.
  • NTP = 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu sama dengan NTP pada tahun dasar, dengan kata lain petani mengalami impas. Kenaikan/penurunan harga produksinya sama dengan persentase kenaikan/penurunan harga barang konsumsi. Pendapatan petani sama dengan pengeluarannya.
  • NTP < 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu menurun dibandingkan NTP pada tahun dasar, dengan kata lain petani mengalami defisit. Kenaikan harga produksi relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang konsumsinya. Pendapatan petani turun dan lebih kecil dari pengeluarannya.
Nilai tukar petani dapat bervariasi di setiap daerah dan berfluktuasi seiring waktu. Nilai tukar petani dihitung secara skala nasional maupun lokal. Nilai tukar petani secara nasional pada periode Oktober 2013 mengalami peningkatan 0.71% dari 104,56 poin pada periode September 2013 ke 105,30 poin namun secara lokal, misal di Jambi, didapatkan hasil yang berbeda. Di Jambi pada periode yang sama nilai tukar petani naik sebesar 0,63 persen dibanding bulan sebelumnya yaitu dari 87,56 point menjadi 88,11 point pada Oktober 2013.Peningkatan nilai tukar petani di Bali juga dilaporkan berbeda, yakni sebesar 0,16 persen dari 106,82 persen pada September 2013 menjadi 107 persen pada bulan Oktober 2013.
Orientasi pembangunan saat ini yang berfokus pada industri dan modal cenderung mengesampingkan pembangunan pertanian pedesaan, sehingga indikator nilai tukar petani tidak masuk ke dalam tujuan pembangunan.

Investasi Di Sektor Pertanian

Investasi berarti suatu pengeluaran yang ditujukan untuk meningkatkan atau mempertahankan stok barang modal. Stok barang modal (capital stock) dan terdiri dari pabrik, jalan, jembatan, perkantoran, produk-produk tahan lama lainnya, yang digunakan dalam proses investasi. Investasi dapat diartikan juga sebagai pengeluaran tambahan yang ditambahkan pada komponen-komponen barang modal (capital accumulation). Sektor pertanian adalah salah satu sektor penting dalam pergerakan perekonomian di Indonesia, terutama pada perekonomian pedesaan. Permasalahan yang terjadi saat ini adalah rendahnya perkembangan investasi dibidang pertanian, terutama spesifikasi pada investasi bidang pertanian dalam arti sempit. Salah satu sektor penunjang yang dapat menjadi indikator investasi adalah sektor perbankan. Berdasarkan data posisi pinjaman investasi yang diberikan oleh sektor perbankan (baik bank pPersero, Bank Perkreditan Rakyat, Bank Pemerintah Daerah, Bank Swasta Nasional, Bank Swasta Asing, dan Bank Campuran)kepada sektor pertanian, perikanan, peternakan, dan kehutanan, tren pemberian modal investasi pada tahun 2005-januari 2011 cenderung stagnan. Pada Bank Persero, pemberian pinjaman investasi mengalami peningkatan(dalam miliar rupiah) dari 7.579 pada 2005 atau 19.18% menjadi 28.307 pada januari 2011 atau 31.5%. sektor pertanian, peternakan, perikanan dan kehutanan mendapatkan jumlah dan proporsi terbesar dalam penyaluran kredit investasi. Namun, peningkatan ini masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan peningkatan pada sektor listrik, gas, dan air bersih yang mendapatkan proporsi sebesar 0.2% pada 2005 dan meningkat menjadi 9% pada 2011. Pada Bank Pemerintahan Daerah, pada januari 2011, alokasi pinjaman investasi terbesar diberikan kepada sektor jasa, yaitu 21.76%. sektor jasa mengalami peningkatan yang sangat signifikan, karena pada tahun 2005 sektor ini hanya mendapatkan alokasi sebesar 8.68%. sedangkan sekrot pertanian, perikanan, peternakan dan kehutanan mendapatkan proporsi sebesar 18.8% pada 2005 dan 15.74% pada januari 2011. Hal ini menunjukan bahwa sektor pertanian mengalami penurunan proporsi pemberian modal kreit pada bank pemerintahan daerah. Pada bank swasta nasional, sektor pertanian, perikanan, peternakan dan kehutanan mendapatkan proporsi sebesar 9.02% pada 2005 dan menjadi 8.46% pada januari 2011. Proporsi tertinggi pemberian pinjaman investasi pada 2005 oleh bank swasta nasional adalah pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 20.15%, dan pada januari 2011, sebesar 20.27%. Pada bank swasta asing dan campuran, sektor pertanian, perikanan, peternakan, dan kehutanan memperoleh proporsi sebesar 1.9% pada 2005 dan 11.2% pada 2011. Sedangkan sektor yang mendapatkan pinjaman terbesar adalah industri pengolahan sebesar 43.8% pada 2005 dan 28% pada 2011. Berdasarkan data perkembangan realisasi investasi PMA tahun 2006-2009, sektor tanaman pangan dan perkebunan mendapatkan nilai realisasi investasi yang mengalami penurunan. Pada sektor peternakan, nilai realisasi investasi mengalami peningkatan tajam pada 2007 namun setelah itu mengalami penurunan drastis hingga 2009. Sektor kehutanan sejak tahun 2007 tidak mendapatkan realisasi investasi, sedangkan sektor perikanan juga mengalami penurunan. Akan tetapi, jika diperhatikan secara keselurhan, dapat disimpulkan bahwa investasi luar negeri lebih banyak dialokasikan ke sektor sekunder dan tersier, dengan proporsi lebih dari 50%. Berdasarkan data perkembangan realisasi investasi PMD tahun 2006-2009,sektor tanaman pangan mengalami peningkatan pada tahun 2007, menurun pada tahun 2008, dan meningkat kembali tahun 2009. Sektor petrnakan juga mengalami fluktuasi, sedangkan sektor perikanan mengalami peningkatan. Sma seperti PMA, PMD pada sektor pertanian memiliki proporsi yang masih lebih kecil dibandingkan pada sektor lain. Identifikasi Penyebab Investasi Pertanian Terhambat Berdasarkan data-data diatas, terlihat bahwa perkembangan investasi untuk sektor pertanian memiliki kecenderungan yang terus menurun. Terdapat beberapa hal yang dapat menjadi penyebab ketidaktertarikan investor untuk menanamkan modalnya ke sektor petanian, diantaranya: Pertama, sektor pertanian memiliki risiko dan ketidakpastian yang sangat tinggi dibanding sektor lain. Terlebih lagi dengan adanya climate change yang menyebabkan kemungkinan terjadinya fluktuasi produksi menyebabkan ketidakpastian dan risiko yang dihadapi semakin tinggi. Kedua, pada kasus pertanian di Indonesia, minimnya sarana pendukung yang tersedia menjadi slah satu faktor yang membuat investasi pada pertanian semakin tidak menarik. Seperti yang telah banyak diketahui, saat ini sarana pertanian seperti irigasi misalnya yang ada di daerah adalah peninggalan masa orde baru dan sudah semakin tidak terawat. Selain itu, karena umuya sentra produksi pertanian berada di daerah, dan infrastruktur sepeti jalan yang ada pada beberpaa jalur misalkan pada jalur pantura kurang baik sehingga besarnya kemungkinan terjadi kerusakan barang semakin tinggi. Ketiga, masih sulitnya birokrasi yang ada apabila hemdak mendirikan usaha pertanian yang memiliki skala ekonomi yang cukup besar sehingga menjadi kurang menarik. Keempat, masih tidak stabilnya iklim investasi di Indonesia. Hal ini berlaku secara keseluruhan, baik sektor pertanian maupun nonpertanian. Kelima, masih tidak stabilnya iklim politik dan pada beberapa komoditi pertanian yang menjadi komoditi politik. Keenam, masih maraknya pungutan-pungutan liar di Indonesia sehingga semakin meningkatkan biaya yang harus dikeluarkan. Masih terdapatnya tumpang tindih kebijakan antar departemen atau kementrian yang ada dan kurangnya koordinasi antar instansi pemeerintahan sehingga menimbulkan kebingungan pada investor Ketujuh, adanya otanomi daerah yang terkadang kebijakannya tumpang tindih dengan kebijakan pemerintah pusat. Kedelapan, anggapan bahwa investasi sektor pertanian tidak menarik dibandingkan dengan sektor lain. Pertanian Sektor pertanian adalah sektor yang memiliki peran penting dalam meningkatkan perekonomian, terutama perekonomian pedesaan. Saat ini tren investasi pertanian memiliki tren yang mengalami penurunan. Karena pentingnya peran investasi untuk mengembangkan sektor pertanian, diperlukan berbagai kebijakan untuk membangkitkan iklim investasi dibidang pertanian. Hal yang paling utama untuk meningkatkan minat investasi bidang pertanian adalah menyinergiskan kebijakan dalam pemerintahan, baik antara departemen/kementrian di pemerintah pusat maupun dengan pemerintah daerah. Dengan adanya kesinergisan kebijakan, maka investor mendapatkan suatu kepastian kebijakan investasi sehingga mereka dapat lebih mudah untuk mengambil keputusan investasi. Pemerintah juga perlu melakukan upaya pendekatan kepada investor untuk menanamkan modalnya dibidang pertanian. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan kemudahan untuk investasi misalkan bantuan untuk merampingkan jalur birokrasi, memberikan jaminan kestabilan politik dan keamanan investasi, serta perbaikan infrastruktur sehingga dapat meminimalisasi risiko dan ketidakpastian yang dihadapi.

Keterkaitan Pertanian dengan Industri Manufaktur

Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu penyebab krisis ekonomi di Indonesia adalah karena kesalahan industrialisasi dari awal pemerintahan orde baru yang tidak berbasis pada pertanian. Selama krisis juga terbukti bahwa sektor pertanian masih mampu mengalami laju pertumbuhan yang positif, walaupun dalam persentase yang kecil, sedangkan sektor industri manufaktur mengalami laju pertumbuhan yang negative diatas satu digit. Banyak pengalaman dinegara-negara maju seperti Eropa dan Jepang yang menunjukan bahwa mereka memulai industrialisasi setelah atau bersamaan dengan pembangunan disektor pertanian. Ada beberapa alasan kenapa sektor pertanian yang kuat sangat esensial dalam proses industrialisasi di negara yang membangun sektor pertaniannya dengan baik, yaitu sebagai berikut:

Sektor pertanian yang kuat berarti ketahanan pangan terjamin dan ini merupakan salah satu prasyarat penting agar proses industrialisasi pada khususnya dan pembangunan ekonomi pada umumnya bisa berlangsung dengan baik. Ketahanan pangan berarti tidak ada kelaparan dan ini menjamin kstabilan sosial dan politik.

Dari sisi permintaan agregat, pembangunan sektor pertanian yang kuat membuat tingkat pendapatan yang rill per kapita di sektor tersebut tinggi yang merupakan salah satu sumber permintaan terhadap barang-barang nonfood, khususnya manufaktur.

Dari sisi penawaran, sektor pertanian merupakan salah satu sumber input bagi sektor industri yang mana memiliki keunggulan komparatif, misalnya industri makanan dan minuman, industri tekstil dan pakaian jadi, industri kulit dan sebagainya.

Masih dari sisi penawaran, pembangunan yang baik di sektor pertanian bisa menghasilkan surplus disektor tersebut dan ini bisa menjadi sumber investasi di sektor industri, khususnya industri skala kecil di pedesaaan (keterkaitan investasi).

Sudah cukup banyak pembahasan teoritis mengenai keterkaitan sektor pertanian dan sektor industri dan studi-studi kasus di negara-negara di Afrika, Asia, dan Amerika Latin yang membuktikan betapa pentingnya sektor pertanian bagi pertumbuhan di sektor industri. Keterkaitan antara dua sektor tersebut terutama didominasi oleh efek keterkaitan pendapatan, disusul kemudian oleh efek keterkaitan produksi, sedikit bukti mengenai keterkaitan investasi.

 Oleh karena itu, sektor pertanian memainkan suatu peranan penting dalam pembangunan sektor industri di suatu daerah. Akan tetapi, kenyataan di Indonesia tidak demikian. Data Input Output Table (IO) dari BPS menunjukan bahwa keterkaitan produksi antara sektor pertanian dan sektor industri manufaktur sangat lemah dan tingkat ketergantungan kedua sektor tersebut terhadap impor barang-barang modal dan perantara sangat tinggi. Idealnya dan memang harus menjadi pola industrialisasi di Indonesia adalah seperti yang diilustrasikan dalam gambar berikut, yakni keterkaitan produksi yang kuat antara kedua sektor tersebut sehingga ketergantungannya terhadap impor dapat dikurangi atau sama sekali dihilangkan.

Sebagai contoh empiris, berdasarkan data I-O Nasional 1985. Menunjukan bahwa keterkaitan produksi ke belakang antara industri kecil (IK) dan sektor pertanian jauh lebih besar dibanding keterkaitan sektor tersebut dengan industi menengah dan besar (IMB). Perbedaan ini menandakan bahwa kalau dilihat dari struktur input dari industri manufaktur, industri kecil lebih agricultural-based dibanding industri menengah dan besar.


Sumber     :
http://denandardede.blogspot.co.id/2015/05/keterkaitan-pertanian-dengan-industri_1.html

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar